Keterangan Saksi Tidak Sinkron, Pengacara Tuntut John Kei Bebas

 

SIDANG perkara penganiayaan yang diduga melibatkan John Refra alias John Kei, telah dilaksanakan digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Barat pada Rabu (17/3) lalu dengan menghadirkan lima saksi dari Jaksa Penuntut Umum yakni petugas dari Polda Metro Jaya yang melakukan penangkapan. Dalam sidang tersebut seperti diungkapkan tim kuasa hukum John Kei, Anton Sudanto dalam keterangan tertulis, Sabtu (20/3) menyebutkan bahwa saat penangkapan, kliennya berada di kamar dan tidak melakukan perlawanan. 

Anton Sudanto dalam pernyataannya mengklaim tidak ada senjata tajam di rumah kliennya, namun senjata tajam berada di rumah-rumah di sekitarnya di Jalan Titian.

Selain itu, kata Anton setelah empat kali persidangan para saksi-saksi yang dihadirkan JPU, ataupun para saksi yang dihadirkan di bawah sumpah saling bertentangan. Juga keterangannya tidak saling mendukung fakta hukum yang ada. 

"Saksi korban yang tangannya terkena bacokan mengatakan ketika pertama kali dibacok menggunakan helm dan masker. Sedangkan saksi yang berprofesi ojek online yang melihat dari jarak sekitar dua meter, menekankan bahwa korban itu tidak menggunakan helm," tutur Anton. 

"Kemudian saksi Nus Kei mengatakan ada papan board yang ditulis target pembunuhan, akan tetapi saksi Yoseph yang mengakui anak buah John Kei dan pernah ikut rapat tentang pembunuhan mengatakan sebaliknya yaitu tidak ada papan board yang ditulis target-target pembunuhan. Semua keterangan saksi tak saling mendukung, jadi bebaskan John Kei," lanjutnya. 

Belum lagi, kata Anton para saksi yang kerap ditegur majelis hakim, lantaran keterangannya tak konsisten dan berbelit-belit. Anton menegaskan, hingga kini tak ada satu bukti apapun adanya keterlibatan John Kei dalam perkara ini. 
"Ada tujuh teori pembuktian yang harus disajikan JPU untuk membuktikan minimal dua alat bukti dan menggoda keyakinan hakim apakah seseorang bisa dipidana," tuturnya. 

Teori pembuktian ini antara lain direct evidence yaitu bukti langsung, yang menurutnya bertentangan antar saksi dan tidak jelas atau kabur. Juga indirect evidence atau bukti tidak langsung, yang juga dianggap tidak jelas atau kabur. 

"Bagaimana dengan teori pembuktian yang lain? Dalam hukum pidana itu, pembuktian harus lebih terang dari cahaya. Jangankan perkara besar yang menyedot perhatian publik, perkara kecil pun pembuktian harus jelas. Bahaya di pidana itu, karena ada hak konstitusional di sana. Ada orang yang akan dipenjara," jelasnya. 
 
Anton berharap, JPU datang ke persidangan bukan untuk menang, akan tetapi untuk membuka semua fakta hukum dan untuk mencari keadilan. Begitu pula pihaknya sebagai pengacara, yang juga tak zalim dengan siapa pun. Jika memang ada perbuatan pidana, tutur Anton, pihaknya hadir bukan untuk meniadakan pidana tersebut. Tapi hanya mengurangi, agar efek jera dan membuat pelaku itu berubah menjadi baik. 

Doktor hukum pidana ini meminta, majelis hakim dapat melihat secara jernih perkara tersebut, sesuai pembuktian yang disajikan oleh JPU dan pengacara. Agar nantinya dapat memutus seadil-adilnya dan membebaskan John Kei. 

"Serta memutuskan pisau belati kecil dari pemberian estafet dari leluhurnya agar dikembalikan ke klien kami John Kei. Karena klien kami akan melanjutkan pemberian pisau belati kecil itu ke anaknya kelak," tutur Anton. 

Perlu diketahui ada sidang lanjutan terdakwa pembunuhan berencana dan pengeroyokan John Refra alias John Kei di Pengadilan Negeri Jakarta Barat Rabu (17/3) lalu dihadirkan lima orang polisi yang menangkap John Kei dan anak buahnya sebagai saksi di pengadilan. Mereka adalah Hartanto, Muhidin, Benito, Bayu, dan Leonardo, petugas gabungan dari Polres Jakarta Barat dan Popda Metro Jaya. 
Dalam keterangan saksi tidak ada perlawanan dilakukan John Kei dan anak buahnya saat mereka ditangkap. Saksi juga menyatakan senjata tajam, golok, parang, pipa sudah diruncing ditemukan di sekitar rumah John Kei.

Sedangkan dari keterangan anak buah John Kei, saat mereka ditangkap sempat dianiaya oleh polisi. Di antaranya pengakuan dari Bukon Koko yang disiksa di dalam mobil polisi, dan Yeremias mengakui dua jarinya cacat karena diinjak dengan sepatu oleh aparat.Usai John CS memberikan pernyataan bahwa mereka disiksa,

Majelis Hakim kembali mengkonfirmasi kejadian kepada saksi. Namun, jawaban para saksi tetap sama. "Apakah tetap pada keterangan tidak ada penganiayaan?" kata Yulisar, Hakim Ketua di sidang Rabu. 

"Tidak ada penganiayaan," jawab Hartono diamini saksi-saksi lain.

baca juga: Pengacara John Kei Yakin Kliennya Tidak Perintahkan Bunuh Nus Kei

John Kei terjerat kasus perencanaan pembunuhan dan pengeroyokkan anak buah Nus Kei. Kronologi versi jaksa Jaksa penuntut umum (JPU) mengungkapkan bahwa perkara terbunuhnya seorang anak buah Nus Kei bernama Yustus Corwing alias Erwin terkait utang Rp1 miliar yang belum dilunasi oleh Nus Kei. Nus Kei pernah berjanji akan mengembalikan utang dua kali lipat atau menjadi Rp 2 miliar dalam jangka waktu enam bulan. Selain sidang di Jakarta Barat, kasus anak buah John Kei sebagian disidang di Pengadilan Negeri Tangerang. (OL-3)