Menumbuhkan Industri Pertahanan

DALAM kajian pertahanan negara, kekuatan militer yang mumpuni mempunyai pengaruh yang cukup signifikan dalam menopang pertahanan sebuah negara. Selain itu, kekuatan militer turut dapat membantu mewujudkan terbangunnya stabilitas kawasan meskipun konstalasi politik global sudah mulai berubah setelah berakhirnya Perang Dingin, dengan persaingan dan penyelesaian konflik antarnegara tidak lagi diwujudkan dalam bentuk peperangan fisik (senjata). Namun, ancaman terhadap pertahanan negara, dengan penggunaan kekuatan militer, ternyata tidak lenyap begitu saja.

Banyak negara di dunia saat ini yang telah mengalokasikan anggaran pertahanan untuk meningkatkan dan membangun kekuatan militer mereka, baik dengan cara melakukan pengembangan riset teknologi persenjataan maupun membeli persenjataan berteknologi tinggi dari negara lain.

Amerika Serikat, Tiongkok, Rusia, dan Turki menjadi negara-negara yang dalam beberapa tahun ini telah secara signifikan terus membangun kekuatan besar militer mereka untuk alasan menghindari adanya serangan dari negara lain yang dianggap sebagai 'musuh' ataupun demi membantu para sekutu mereka dalam mengamankan kawasan.

Meski ada juga beberapa negara yang sedang dilanda krisis pelambatan, atau stagnasi pengembangan teknologi persenjataan, seperti Inggris, Prancis, Jerman, dan Spanyol, ada beberapa negara yang perkembangan industri pertahanannya pernah dianggap sebelah mata justru cukup berhasil memperkuat teknologi pertahanan secara mandiri. India, Korea Selatan, Arab Saudi, dan beberapa negara lain dianggap cukup berhasil membangun kekuatan persenjataan dalam negeri di tengah-tengah adanya kekhawatiran atas ancaman musuh mereka.

Krisis ekonomi sebagai efek domino dari adanya pandemi covid-19, pada kenyataannya, tidak juga menyurutkan sebagian besar negara untuk tetap memperkuat pertahanan mereka dengan persenjataan yang berteknologi modern. Setidaknya, itu mereka lakukan sebagai upaya memenuhi minimum essential force (MEF), untuk memberikan deterrence effect bagi musuh yang hendak mengacaukan kedaulatan wilayah mereka.

 

Mengatasi potensi ancaman

Sebab Indonesia ialah sebuah negara yang memiliki posisi strategis, ditambah dengan segala kekayaan yang dimilikinya, ancaman kekuatan militer terhadap Indonesia dapat saja muncul suatu waktu. Meskipun keadaan saat ini tampak relatif stabil, tidak tertutup kemungkinan konflik dengan negara-negara tetangga di wilayah perbatasan kembali memanas.

Konflik memang bukan suatu hal yang diharapkan, tetapi terkadang hal ini terjadi sewaktu-waktu dengan tanpa diduga. Khususnya, di daerah-daerah perbatasan, seperti di Kalimantan, Papua, dan Pulau Timor.

Potensi ancaman terhadap kedaulatan wilayah memang tidak pernah melihat tempat, ancaman bisa terjadi di darat, laut, dan udara. Di laut sudah cukup banyak kasus pelanggaran berupa gangguan dari kapal patroli negara asing, seperti dari Malaysia, Vietnam, dan Tiongkok terhadap kapal nelayan dan kapal Indonesian Coast Guard. Di udara, kasus pelanggaran pesawat F-18 milik Amerika Serikat, dan Australia, yang melintasi wilayah teritorial udara Indonesia tanpa izin juga telah beberapa kali terjadi.

Dari banyaknya potensi ancaman atas kedaulatan negara, diketahui bahwa pengamanan perbatasan yang dilakukan Indonesia masih lemah. Masalah itu sebenarnya juga tidak terlepas dari masih minimnya alat utama sistem persenjataan (alutsista).

 

Revitalisasi industri pertahanan

Upaya pemerintah untuk secara sungguh-sungguh mengubah postur pertahanan nasional menjadi suatu hal yang patut didorong. Dalam bidang pertahanan negara, pemerintah perlu melihat pentingnya untuk terus mengembangkan teknologi persenjataan yang dilakukan industri pertahanan dalam negeri, khususnya di tengah-tengah adanya upaya negara lain yang juga turut mengembangkan kekuatan industri pertahanan mereka.

Sejauh ini, postur pertahanan nasional yang dibuat Kementerian Pertahanan untuk masa sampai 2029 menyatakan pertahanan nasional kita mengacu kepada apa yang disebut sebagai minimum essential force, tetapi hingga saat ini masih adanya keterbatasan anggaran untuk pembelian alutsista. Sampai taraf tertentu, hal itu pasti memang akan menyulitkan kita untuk membeli alat-alat pertahanan yang modern guna menciptakan deterrence effect atau 'memenangkan perang tanpa berperang'.

Untuk mengatasi permasalahan itu, upaya menjadikan industri pertahanan nasional sebagai salah satu lokomotif modernisasi alutsista sangat diperlukan. Dengan dijadikannya industri pertahanan nasional sebagai lokomotif, kita akan dapat mengatasi masalah minimnya alutsista di ketiga matra angkatan. Selain itu, harga yang harus dibayar tentunya jauh lebih murah dan industri ini akan dapat membantu menarik gerbong ekonomi nasional Indonesia.

Mengingat kebutuhan akan peremajaan alutsista sangatlah mendesak, dan di sisi lain adanya keterbatasan anggaran dari pemerintah untuk membeli persenjataan dari luar negeri, tidak salah apabila wacana revitalisasi industri pertahanan nasional kembali harus dicuatkan. Revitalisasi industri pertahanan nasional, diharapkan, mampu memotong besarnya biaya kebutuhan pembelian alutsista dari luar negeri yang begitu mahal. Di sisi lain, hal ini juga diharapkan dapat kembali menggerakkan kondisi perekonomian nasional serta mengurangi angka pengangguran.

Tentunya, dengan revitalisasi industri pertahanan, Indonesia juga dapat meneruskan dan mengembangkan berbagai proyek dan riset strategis yang pernah ada sebelumnya. Kita hingga saat ini masih mencatat bahwa PT Dirgantara Indonesia, PT Pindad, dan lain-lain pernah membuat suatu produk alutsista yang berkualitas dan diakui kehebatannya oleh negara-negara lain, dan tentunya ini perlu dukungan dari pemerintah beserta seluruh rakyat untuk memajukannya kembali.