TAHUN 2021 baru seumur jagung, tetapi sejumlah terobosan kembali dilakukan Kemendikbud di tengah pandemi covid-19. Pemerintah konsisten menghadirkan terobosan Merdeka Belajar episode pertama hingga ketujuh.
Pada Merdeka Belajar episode pertama, Kemendikbud menetapkan empat program pokok kebijakan pendidikan, yakni menghapus ujian sekolah berstandar nasional (USBN), mengganti ujian nasional (UN), penyederhanaan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP), dan mengatur kembali penerimaan peserta didik baru (PPDB). Empat program pokok kebijakan pendidikan itu menjadi arah pembelajaran ke depan yang fokus pada upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia.
Respons positif
Harus diakui, sebelum ada penyederhanaan RPP dan penggantian UN, guru terbelenggu banyaknya administrasi pembelajaran sehingga hanya fokus kepada pengetahuan kognitifnya, dan juga siswa dalam proses pembelajaran kurang mendapat perhatian tidak dapat dihindari.
Dampak positif setelah adanya penyederhanaan RPP dan penghapusan UN, guru bisa menuangkan ide-ide kreatif dan inovatifnya dalam pembelajaran. Kemudian, siswa belajar menjadi lebih menyenangkan, mereka lebih merdeka belajar.
Menyikapi respons positif seluruh pemangku kepentingan pendidikan terhadap penyederhanaan RPP dan pengganti UN, Kemendikbud membuat surat edaran Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No 1/2021 tentang Peniadaan UN dan Ujian Kesetaraan serta Pelaksanaan Ujian Sekolah dalam Masa Darurat Penyebaran Covid-19.
Kini, UN dan ujian kesetaraan tidak menjadi syarat kelulusan atau seleksi masuk ke jenjang pendidikan lebih tinggi. Peserta didik dinyatakan lulus dari program pendidikan setelah menyelesaikan program pembelajaran di masa pandemi covid 19, yang dibuktikan dengan rapor tiap semester. Memperoleh nilai sikap atau perilaku minimal baik dan mengikuti ujian yang diselenggarakan satuan pendidikan.
Ujian yang diselenggarakan satuan pendidikan dilaksanakan dalam bentuk portofolio berupa evaluasi nilai rapor, nilai perilaku, dan prestasi yang diperoleh sebelumnya (penghargaan, hasil perlombaan, dsb, seperti penugasan, tes secara luring atau daring, dan/atau bentuk kegiatan penilaian lain yang ditetapkan satuan pendidikan.
Penyetaraan bagi lulusan program Paket A, Paket B, dan Paket C dilakukan sesuai ketentuan. Ujian peserta didik berupa ujian tingkat satuan pendidikan kesetaraan diakui sebagai penyetaraan lulusan.
Peserta ujian tingkat satuan pada pendidikan kesetaraan ialah peserta didik yang terdaftar di daftar nominasi peserta ujian pada data pokok pendidikan (Dapodik). Ujian akhir semester untuk kenaikan kelas dirancang untuk mendorong aktivitas belajar yang bermakna dan tidak perlu mengukur ketuntasan capaian kurikulum secara menyeluruh.
Peserta didik pendidikan kesetaraan ialah anak usia sekolah dan dewasa yang belum menyelesaikan SD, SLTP, dan SLTA. Mereka menemui kendala untuk bisa mengikuti model pembelajaran di sekolah formal.
Bisa dikategorikan, peserta didik kesetaraan ialah warga negara yang belum menyelesaikan pendidikan karena keterbatasan, baik di bidang ekonomi, sosial, budaya, maupun karena kondisi geografis.
Tak salah jika pendidikan kesetaraan yang disebut sebagai pendidikan alternatif dan punya peranan strategis untuk mengatasi masalah pendidikan masyarakat yang beragam tadi.
Bila dilihat dari sisi latar belakang sosial ekonomi peserta didik kesetaraan ialah masyarakat kurang mampu dengan jenis profesi sebagai buruh, petani, nelayan, masyarakat di daerah terpencil, dsb.
Namun, ada juga kelompok masyarakat dengan ekonomi kuat di perkotaan, yang karena kurang bisa menerima sistem pendidikan persekolahan, mengadakan kegiatan pendidikan home schooling, yang hasil akhir ujiannya mengikuti pendidikan kesetaraan. Jadi, layanan pendidikan kesetaraan memberikan kesempatan kepada warga negara yang belum menyelesaikan pendidikan dasar, dan menengah, tanpa terkecuali.
Tantangan
Tantangan pendidikan kesetaraan ke depan, semakin besarnya kebutuhan masyarakat akan pendidikan, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, perubahan orientasi pendidikan, tuntutan kualitas penyelenggaraan, dan membangun citra pendidikan kesetaraan sebagai pendidikan alternatif.
Selain kondisi itu, jumlah pengangguran yang besar, kemiskinan masyarakat, masih rendahnya pendidikan penduduk, dan perlunya pengembangan keterampilan masyarakat menjadi fokus untuk layanan pendidikan kesetaraan di masa depan.
Adapun capaian target program Paket C selama 2015-2018 tercapai 100%, sedangkan 2019 hanya mencapai 79,67%. Lonjakan jumlah peserta didik program Paket C terjadi sangat signifikan, terutama pada 2018 dan 2019. Pada 2018 peserta didik Paket C naik sekitar 123 ribu orang jika dibandingkan dengan 2017, sedangkan jumlah peserta didik Paket C pada 2019 sebanyak 614.029 orang, naik 270 ribu orang dari tahun sebelumnya.
Jika dilihat selama periode 5 tahun, lonjakan jumlah peserta didik Paket C, sangat signifikan karena kenaikan jumlah peserta didik selama periode itu mencapai sekitar 580 ribu orang, atau naik 20 kali lipat jika dibandingkan dengan kondisi awal 2015.
Menurut data Dapodik Kesetaraan per tanggal 25 Juni 2020, total jumlah peserta didik kesetaraan yang terdaftar 1.405.273 orang, di antaranya Paket A 160.089, Paket B 416.191, Paket C IPA 14.907, dan Paket C IPS sebanyak 814.086 orang.
Sebanyak 840.379 peserta didik dari data itu berusia di kisaran 6-21 tahun tersebar di seluruh Indonesia. Hal ini bisa berarti sasaran anak usia sekolah yang mengikuti pembelajaran di pendidikan kesetaraan melebihi prediksi yang harus mendapatkan akses layanan yang sama.
Saat ini pendidikan kesetaraan masuk pada era Revolusi Industri 4.0, yaitu dengan pembelajaran daring. Direktorat sudah mengembangkan Learning Management System (LMS) dengan tajuk seTARA daring.
Dengan metode itu, satuan pendidikan bisa membuka kelas-kelas daring yang memungkinkan peserta didik belajar kapan saja dan di mana saja. Fleksibilitas pendidikan kesetaraan juga memungkinkan untuk disesuaikan dengan konteks peserta didik. Dengan demikian, sangat memungkinkan disesuaikan dengan potensi daerah. Namun, standar kompetensi lulusan (SKL) tetap menjadi quality control-nya.
Tahun ini target pelaksanaan asesmen nasional (AN) diubah menjadi September sampai dengan Oktober 2021. Hal ini untuk memastikan agar persiapan logistik, infrastruktur, dan protokol kesehatan lebih optimal. Di samping itu, juga digunakan untuk menyosialisasikan dan berkoordinasi lebih masif dengan pemerintah daerah.
Tidak bisa dimungkiri pembelajaran jarak jauh (PJJ) akibat pandemi covid-19 di Indonesia telah berlangsung satu tahun. Namun, bagi sebagian besar pelaku pendidikan di Indonesia dikhawatirkan akan terjadi kehilangan minat belajar pada siswa karena berkurangnya intensitas interaksi guru dan siswa saat proses pembelajaran.
Kemendikbud dapat menghitung kehilangan minat belajar itu melalui penyelenggaraan asesmen nasional (AN), yang rencananya dilakukan September 2021. Selain itu, melalui AN juga terpetakan sekolah yang akan mendapatkan bantuan dari pemerintah sesuai kebutuhan sekolah itu.
AN yang terdiri dari asesmen kompetensi minimum, survei karakter, dan survei lingkungan belajar ini juga berguna untuk membantu sekolah memperbaiki performa layanan pendidikannya menjadi lebih baik. AN bukan untuk menghukum sekolah. AN bukan untuk mengevaluasi siswa, bahkan menambah beban siswa ataupun sebagai syarat dalam penerimaan peserta didik baru (PPDB).
Tidak ada konsekuensi untuk siswa, tetapi dirancang untuk memperbaiki sistem pendidikan dasar dan menengah. Di sisi lain, evaluasi kompetensi peserta didik menjadi tanggung jawab guru, sekolah, dan pemerintah daerah.