FILM 'Mimpi Anak Sakai' menyiratkan masyarakat Sakai tidak lagi merupakan suku terasing atau terisolasi. Berbagai profesi saat ini telah dilakoni masyarakat Sakai.
"Kami tolak cap sebagai suku terasing. Masyarakat Sakai sudah banyak yang maju. Ada yang menjadi anggota DPRD Bengkalis, pengusaha, penerima beasiswa dari perusahaan, dan meraih gelar sarjana," kata Ketua Majelis Kerapatan Adat Batin, Limo Mineh, Riau, Tarmizi L di Pekanbaru.
Hal itu diungkapkan Tarmizi dalam acara peluncuran sekaligus bedah film 'Mimpi Anak Sakai' yang berlangsung pertenghan pekan ini. Film tersebut merupakan garapan Forum Jurnalis Kreatif Riau.
"Penolakan cap suku terasing itu diapungkan lebih karena bantuan untuk masyarakat Sakai sering datang terlambat dan karena alasan lainnya. Kami ingin lebih ingin mendapatkan keadilan bekerja di bidang apa saja, karena anak-anak Sakai kini tidak lagi buta huruf," kata Tarmizi lagi.
Di sisi lain, Dekan Fakultas Komunikasi Universitas Muhamadiyah Riau (Umri) Jayus menyatakan pihaknya siap bermitra dengan Forum Jurnalis Kreatif Riau untuk membuat film lainnya dan membantu memproduksi satu film lagi untuk mendorong terhapusnya secara bertahap stigma terasing yang melekat pada masyarakat Sakai.
"Tentunya kita perlu melakukan riset serta menayangkan film dokumenter seperti ini pada berbagai kesempatan. Juga bisa menggunakan jejaring sosial terkait edukasi tentang masyarakat Sakai itu kini sudah seperti apa dan tidak terisolasi lagi," katanya.
Sedangkan Yanuardi Syukur, dosen studi antropologi sosial Fakultas Sastra dan Budaya Universitas Khairun Ternate, berpendapat masyarakat Sakai harus meninggalkan stigma terasing karena dengan itu justru berdampak diskriminatif. Karenanya, film ini perlu dikembangkan untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat Indonesia khususnya masyarakat yang dinilai terasing agar tidak lagi dipandang sebelah mata.
"Untuk mewujudkan hal seperti itu ini perlu kolaborasi semua pihak untuk meningkatkan ekonomi mereka, pendidikan, kesehatan, dan lainnya," jelasnya. (RO/OL-15)