KEPUTUSAN Presiden RI, Joko Widodo, untuk tidak menunda lagi pelaksanaan Pekan Olahraga Nasional (PON) XX di Papua, tentu saja patut diapresiasi. Sesuai rencana, PON akan digelar pada 2-15 Oktober 2021. Event olahraga nasional ini sendiri telah ditunda dalam hitungan 362 hari, yang semestinya ia sudah dilaksanakan pada Oktober 2020.
Meskipun telah sempat ditunda, pusat pelaksanaan PON, yaitu Stadion Lukas Enembe, sudah diresmikan pada 23 Oktober 2020. Persiapan venue lainnya, yang sudah dijadwalkan, dan dimulai jauh-jauh hari, semestinya juga sudah bisa diselesaikan. Apalagi, jika mengingat telah terjadi penundaan kurang lebih setahun lamanya.
Di sisi lain, permintaan penundaan Pekan Olahraga Nasional (PON) Gubernur Papua sekaligus Ketua Umum PB PON ke-20, Lukas Enembe, pada 24 Februari 2021 tentu saja bisa dipahami. Alasan pertama, pandemi covid-19 belum bisa dikatakan telah terkendali, dan kedua, PON merupakan pesta rakyat yang sebaiknya bisa dinikmati masyarakat secara langsung (fisik) dan bukan virtual.
Namun demikian, dengan melihat keharusan normalisasi kehidupan publik dalam bentuk new normal, yakni setiap orang wajib melakukan pembiasaan cara-cara berkehidupan dalam bentuk dan pola yang baru, kekhawatiran Gubernur Papua tersebut pada dasarnya bisa diatasi. Teknologi virtual, misalnya, yang telah berkembang amat pesat dan menjadi andalan untuk berkegiatan di masa pandemi, dengan sendirinya bisa membantu, supaya masyarakat Papua dan rakyat Indonesia secara keseluruhan bisa mengikuti setiap kegiatan PON.
Demikian pula, dengan perkembangan dalam bidang kesehatan. Vaksin untuk mengatasi covid-19 telah ditemukan, dalam berbagai ragam dan telah bisa digunakan di seluruh dunia. Di Indonesia sendiri, pemerintah terus bekerja keras mengejar target angka vaksinasi, dalam rangka mempercepat normalisasi kehidupan sosio-ekonomi masyarakat. Sehingga, bagi para atlet, offisial, dan panitia penyelenggara, vaksinasi dan protokol kesehatan akan menjadi bagian tak terpisahkan dari setiap kegiatan mereka di sepanjang persiapan dan pelaksanaan PON.
Kita tentu juga bisa belajar dari berbagai pelaksanaan event olahraga yang telah dilaksanakan di luar negeri. Di Eropa, misalnya, kegiatan-kegiatan kompetisi olahraga populer, telah dilaksanakan sesuai protokol kesehatan dan dinikmati pencinta olehraga secara virtual.
Pada awalnya, memang terdapat berbagai komentar seperti tentang perbedaan nuansa yang tercipta antara menyaksikan, dan disaksikan secara langsung dibandingkan dengan format virtual. Namun demikian, seiring waktu, terjadi pembiasaan dengan dibantu kecanggihan teknologi.
Pembinaan
Kepastian pelaksanaan PON XX pada Oktober 2021, juga akan berpengaruh besar pada kontinuitas pembinaan atlet, baik di tingkat nasional maupun daerah. Untuk kepentingan olahraga nasional, pelaksanaan PON adalah momentum proses pembinaan. Sekaligus, ajang unjuk kebolehan atlet-atlet dari daerah masing-masing, tempat setiap induk organisasi olahraga bisa melakukan pengamatan dan seleksi dalam rangka rekrutmen atlet-atlet yang akan dikirim dalam ajang yang lebih tinggi.
Tak berselang lama dari PON XX, Indonesia sudah harus bertarung dalam ajang olahraga Asia Tenggara, Sea Games 2021 di Vietnam, yang rencananya dimulai pada 21 November dan ditutup pada 2 Desember 2021. Bahkan, pada pertengahan tahun ini, jika tidak ada penundaan lagi, sudah akan diselenggarakan Olimpiade Tokyo, yang akan dibuka pada 23 Juli dan ditutup 8 Agustus 2021.
Khusus terkait Olimpiade, meskipun akan diselenggarakan lebih dulu dari PON, keputusan pemerintah mengenai kerpastian penyelenggaraan PON pada dasarnya tetap bisa dikatakan bermanfaat, baik bagi para atlet, official, maupun insan olahraga secara keseluruhan. Sebab, ini berhubungan dengan terbentuknya mata rantai momentum, yang tak putus dari satu event ke event berikutnya. Sehingga, dalam hal ini bisa diandaikan terjadi pengkondisian yang terus-menerus (continuous reinforcement) bagi segenap pihak yang terlibat.
PON 2024?
Dalam tiga sampai empat tahun ke depan, PON XXI akan dilaksanakan di Sumatra Utara dan Aceh pada 2024, yakni sesuai dengan Keputusan Menteri Pemuda dan Olahraga No 71/2020. Karena dikeluarkan pada 16 November 2020, keputusan ini tentu sudah dibuat dengan pertimbangan keterselenggaraan PON XX di Papua, serta prediksi ketertanganan pandemi covid-19, atau keberhasilan Indonesia melakukan normalisasi kehidupan sosio-ekonomi dalam periode 2020-2024.
Namun, hemat saya, keputusan itu perlu ditinjau ulang. Sebab, tahun 2024 merupakan tahun politik, akan diselenggararakan pemilu legislatif, pemilu presiden dan pemilihan kepala daerah (pilkada) secara serentak. Sejauh ini, rencana revisi UU yang terkait dengan pemilu dan pilkada ini sudah dihentikan dan pemerintah,serta DPR-RI sepertinya sudah bersepakat.
Oleh karena itu, baik karena pertimbangan kehidupan sosio-politik serta sosio-ekonomi dan beban keuangan negara, saya berpendapat PON XXI lebih baik dilaksanakan pada 2025. Sehingga, setelah rangkaian pemilu dan pilkada berakhir, dengan adanya ketetapan MK terkait berbagai sengketa kepemiluan yang terjadi, yakni pada bulan-bulan di akhir 2024, terdapat jeda waktu yang cukup untuk persiapan event keolahragaan.
Penundaan PON XXI sendiri, tidak perlu berlama-lama. Proses persiapan akhir penyelenggaraan maupun atlet sudah bisa dilakukan sejak Januari 2025. Adapun, event PON sendiri bisa diselenggarakan di sepanjang liburan sekolah pada Juli 2025.
Selain dari sisi penonton, karena dilaksanakan pada saat liburan sekolah, keuntungan penundaan lainnya ialah kontinuitas kegiatan dengan berbagai event internasional. Misalnya, pada Desember 2025 akan diselenggarakan Sea Games XXXIII di Thailand, yakni sekitar 4 bulan setelah PON XXI jika dilaksanakan pada Juli 2025. Sekitar setahun kemudian, akan ada Asian Games 2026 di Aichi-Nagoya, yang akan dibuka pada 19 September dan ditutup 4 Oktober 2026.
Pada 26 Juli hingga 11 Agustus 2024 akan ada Olimpiade Paris, tentu saja menjadi catatan. Namun, jika PON XXI tetap dilaksanakan pada 2024, bukan pada bulan-bulan awal, aspek seleksi dan kontinuitas juga tidak akan didapatkan. Sehingga, alternatif ini juga perlu dipertimbangkan secara matang jauh-jauh hari.
Sebagai penutup, di tengah tantangan pandemi terhadap dunia olahraga, pemerintah dan insan penggerak olahraga, harus terus mencari alternatif terbaik, supaya kehidupan keolahragaan yang bersifat kompetisi tidak mati suri. Sebab, harus terus diingat, bahwa olahraga telah menjadi industri yang berkontribusi pada ekonomi, maupun sekaligus sebagai entitas yang telah melekat pada kehidupan manusia, atau publik, dan bahkan, menjadi representasi bangsa dan negara dalam percaturan dunia.